Salah satu poin yang akan direvisi adalah soal pencantuman gambar 'peringatan' pada kemasan produk tembakau atau rokok. Pemerintah ingin porsi gambar peringatan makin dominan dari porsi 40% menjadi 90% pada setiap kemasan.
Pada pasal 17 ayat 4 PP memang sebatas mengatur porsinya 40% saja, "dicantumkan pada bagian atas Kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 40% (empat puluh persen), diawali dengan kata "Peringatan" dengan menggunakan huruf berwarna putih dengan dasar hitam, harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya"
PP ini diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 28 tahun 2013 mengenai Pencantuman Peringatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.
Pada Pasal 5 ayat (1) berbunyi "Pencantuman Peringatan Kesehatan pada Kemasan berbentuk kotak persegi panjang harus memenuhi persyaratan antara lain dicantumkan pada bagian atas Kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 40%".
Revisi yang diusulkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini langsung mendapat penolakan dari kalangan produsen rokok. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, mengaku belum tahu dasar atau rasionalisasi pentingnya merevisi ketentuan PP 109/2012.
"Untuk kepentingan rasionalisasi, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan kajian atau evaluasi pemberlakuan PP109/2012," ungkap Henry Najoan kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (25/11)
Dia menegaskan, pada dasarnya Gappri tidak setuju alias menolak atas rencana revisi PP 109/2012. Pasalnya, ketentuan PP yang lama masih relevan dengan kondisi saat ini.
"Kami berharap PP 109/2012 tetap dipertahankan karena masih relevan dengan kondisi saat ini, justru menurut kami peran Pemerintah dalam mengedukasi lebih penting," bebernya.
Terlebih, dia bilang bahwa industri hasil tembakau adalah industri yang padat regulasi. Karena itu, ia berharap setiap regulasi yang dibuat selalu melibatkan para pemangku kepentingan.
Dengan begitu, iklim berusaha bisa kondusif dan kepastian hukum bisa dijalankan. Sayangnya, sampai saat ini belum semua stakeholder dilibatkan terkait dengan rencana revisi PP tersebut.
"RIA (Regulatory Impact Analysis) perlu diperjelas. Draft revisinya juga sampai saat ini kami belum menerima," bebernya.
Ia menegaskan mengenai perubahan porsi peringatan pada kemasan rokok makin dominan, itu sangat tidak relevan.
"Terdapat bukti yang kuat ditingkat internasional yang menunjukkan bahwa memperluas gambar peringatan kesehatan tidak dapat menurunkan prevalensi perokok secara efektif, malah bisa meningkatkan rokok ilegal," katanya.
Menurutnya dengan gambar peringatan kesehatan yang 90% pasti akan memberi ruang yang sempit untuk Merk/Brand, sehingga akan mempermudah pemalsuan
Pasar/konsumen akan kesulitan mendapatkan merk/brand pilihannya.
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo Siswoyo pun senada menolak wacana revisi PP/109, karena bisa membunuh industri hasil tembakau. Selain itu, menurutnya tidak ada revelansinya revisi regulasi ini untuk mengurangi konsumsi rokok.
Budidoyo mengatakan belum selesai kekhawatiran industri hasil tembakau, masih dibayangi oleh revisi PP 109/2019 yang berpotensi melemahkan industri. Tahun depan kenaikan cukai sebesar 23%, dan harga jual eceran 35%, hal ini berpotensi berdampak pada pemangkasan tenaga kerja.
"Kalau ada penurunan konsumsi, maka produksinya akan turun. Penurunan produksi 5% pada sigaret kretek tangan (SKT) berpotensi PHK sekitar 7.000 orang, sementara di Sigaret Kretek mesin (SKM) sekitar 400 orang," katanya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes Anung Sugihantono mengakui pemerintah memang sedang dalam proses revisi PP 109, salah satu yang akan direvisi adalah soal gambar seram pada kemasan rokok, komposisinya ditingkatkan lebih besar atau dominan sampai 90%.
"Masih dalam proses harmonisasi antar lembaga di Kementerian Hukum dan HAM," kata Anung kepada CNBC Indonesia.
Ia mengakui Kemenkes memang mengusulkan porsi peringatan bergambar pada kemasan rokok akan ditambah hingga 90% dari 40%. Saat ini masih dalam diskusi antar stakeholder, Anung mengakui pihak yang paling kencang menawar adalah produsen rokok.
"Usulan Kemenkes 90% tapi dalam diskusi masih 'ditawar' 65-75% (oleh produsen)," katanya.
(hoi/hoi)https://ift.tt/2qxMGdJ
November 25, 2019 at 03:25PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Peringatan! 90% Bungkus Rokok Bakal Makin Seram, Setuju?"
Post a Comment