Direktur Mining and Metals Industry Indonesia Inalum Ratih Amri menjelaskan, belum ada industri di Tanah Air yang mampu memproduksi bahan baku pembuatan aluminium tersebut. Padahal, lanjutnya, bahan baku alumina itu dari bauksit, dan cadangan bauksit Indonesia termasuk yang melimpah dan terbesar di dunia.
"Hitungan kasarnya, satu ton alumina itu sekitar US$ 400-500, kebutuhan kita itu rata-rata setahun 500 ribu ton. Itu disubtitusi dari dalam negeri nantinya. Bauksit kita itu banyak, termasuk cadangan besar di dunia," ujar Ratih kepada CNBC Indonesia saat ditemui di kantornya, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Adapun, melalui unggahan foto di akun media sosial Instagram, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tahun ini perusahaan mulai menjual aluminium alloy ke pabrik velg mobil Pako Akuina yang menjadi salah satu pemasok velg untuk Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
"Bahan baku yang selama ini diimpor mulai disubstitusi oleh produk dalam negeri. Memperbaiki neraca perdagangan Indonesia dan memperkuat nilai tukar Rupiah," pungkas Budi.
Sebagai informasi, sebelumnya, holding Industri Pertambangan (HIP) PT Inalum (Persero) bersama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) dari Tiongkok akan bekerja sama melakukan hilirisasi produk tambang di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Melalui PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), ketiga perusahaan tersebut akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot. INALUM sendiri merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia, dan nantinya akan menyerap sebagian besar alumina dari BAI.
Dengan adanya proyek hilirisasi ini, perusahaan diproyeksikan akan menghemat devisa sebesar US$ 600 juta atau setara Rp 9,10 triliun. Pasalnya, selama ini perusahaan masih mengimpor alumina yang merupakan bahan baku pembuat alumunium ingot. Adapun, saat ini kapasitas produksi Inalum tercatat sebanyak 250 ribu metrik ton aluminium ingot per tahun dan membutuhkan 500 ribu metrik ton alumina.
"Dengan kerja sama ini, mampu melepaskan ketergantungan pasokan dari luar negeri dan mengurangi devisa impor sekitar US$ 600 juta, dan yang tak kalah penting, proyek ini akan memberikan nilai tambah bauksit yang selama ini diekspor dalam bentuk ore dan membangun industri aluminium terintegrasi yang berkelanjutan," ujar Direktur Pelaksana Inalum Oggy A Kosasih melalui keterangan resminya.
Kerja sama ini meliputi proyek dengan nama teknis Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR). Konstruksi proyek SGAR dilakukan dalam 2 tahap dengan total kapasitas produksi 2 juta metrik ton alumina. Peletakan batu pertama untuk pabrik pemurnian tahap 1 dengan kapasitas 1 juta metrik ton rencananya akan dilaksanakan pada kuartal 4 tahun 2018 dan diharapkan dapat mulai produksi pada 2021.
Investasi untuk membangun pabrik tahap satu tersebut diperkirakan sekitar US$ 850 juta.
Saksikan video mega proyek Freeport garap tambang Grasberg di bawah ini
[Gambas:Video CNBC] (gus)
http://bit.ly/2E9O6z2
February 15, 2019 at 01:53AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Proyek Inalum Ini Bisa Bikin RI Setop Impor Alumina"
Post a Comment