Hingga pukul 11:45 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak April menguat sebesar 0,05% ke posisi US$ 66,48/barel, setelah sebelumnya juga melemah 0,08% kemarin (19/2).
Sementara harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak Maret naik sebesar 0,25% ke level US$ 56,23/barel, setelah ditutup menguat 0,9% pada perdagangan sehari sebelumnya.
Selama sepekan harga minyak telah naik sekitar 4,42% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harga si emas hitam masih tercatat naik sekitar 23%.
Gerakan untuk mengurangi pasokan minyak dunia yang dipimpin oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) masih menjadi faktor kunci yang mempengaruhi pergerakan harga minyak.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, OPEC bersama Rusia dan sekutu lainnya telah bersepakat untuk memangkas produksi minyaknya hingga 1,2 juta barel/hari mulai 2019.
Pada bulan Januari, dalam laporan bulanan yang dirilis OPEC beberapa waktu lalu, produksi minyak dari 14 negara anggota organisasi tersebut telah terpangkas 797.000 barel/hari, atau hanya kurang sedikit dari kesepakatan yang sebesar 800.000 barel/hari.
Hal ini membuat pelaku pasar semakin optimis bahwa OPEC akan benar-benar patuh pada hasil pertemuannya dengan Rusia pada 7 Desember 2018 silam.
Bahkan tak cukup hanya itu, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa negaranya berencana untuk memproduksi minyak sebesar 9,8 juta barel/hari di bulan Maret, seperti yang dilansir Finansial Times, mengutip Reuters. Artinya, Arab Saudi akan menambah kuota pemangkasan produksi lebih dari 500.000 barel/hari.
Faktor kunci lain yang ikut memberi sokongan bagi harga minyak adalah sanksi Amerika Serikat (AS) atas Iran dan Venezuela.
Berdasarkan data pemantauan kapal yang didapat dari Refinitiv, rata-rata ekspor minyak Iran pada bulan Februari berada di level 1,25 juta barel.
Meskipun berada di atas ekspektasi pasar yang berada di bawah 1 juta barel/hari, namun jumlahnya telah jauh berkurang sejak mulai berlakunya sanksi AS atas program nuklir Negeri Persia pada April 2018.
Normalnya (sebelum ada sanksi) nilai ekspor minyak Iran setidaknya mencapai 2,5 juta barel/hari.
Sebagai akibat adanya pengurangan pasokan minyak yang digerakkan OPEC tersebut, Bank BNP Paribas mengatakan dalam sebuah catatan, bahwa pihaknya memprediksi harga minyak "akan menguat sampai kuartal III-2019" dengan rata-rata harga Brent sebesar US$ 73/barel, sedangkan WTI US$ 66/barel, mengutip Reuters.
Namun demikian, terus naiknya produksi minyak AS juga memberikan energi negatif bagi pergerakan harga minyak.
Sejak awal 2018, produksi minyak Negeri Paman Sam telah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari.
Bahkan pada September 2018, produksi minyak AS menyentuh rekor, sebesar 11,9 juta barel/hari, yang memantapkan posisinya sebagai 'Raja Minyak' dunia.
Tak berhenti sampai di situ, kemarin lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) mengatakan bahwa produksi minyak negaranya masih akan terus naik, seiring dengan meningkatnya produksi minyak serpih, seperti yang dilansir dari Reuters.
Di saat pertumbuhan ekonomi global tengah melambat, maka meningkatnya pasokan akan membuat kesetimbangan fundamental (pasokan-permintaan) akan terganggu.
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa)
https://ift.tt/2BDGe7d
February 20, 2019 at 08:07PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Produksi Minyak AS Diprediksi Naik, Apa Kabar Harga Minyak?"
Post a Comment