Search

Ini PR Ekonomi Capres-Cawapres Indonesia versi DBS

Jakarta, CNBC Indonesia - DBS Group Research menetapkan rekomendasi 'netral' untuk prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pesta demokrasi Pilpres yang akan digelar 17 April mendatang. Pilpres diprediksi memberikan stabilitas kepada pemerintah.

"Di Indonesia, [pemilu] ini akan menjadi yang pertama kalinya ketika Pemilihan Legislatif [Pileg] dan Presiden [Pilpres] dilakukan secara bersamaan. Kami melihat pemilu ini netral bagi prospek pertumbuhan, memberikan stabilitas," kata Masyita Crystallin, Economist DBS Group Research untuk Indonesia dan Filipina, dalam riset bersama Radhika Rao, yang dirilis, Kamis (14/2/2019).


Rekomendasi 'netral' lazimnya diberikan oleh lembaga riset ketika tidak ada kecenderungan tertentu, baik itu buy maupun sell, atau bahasa lainnya 'no comment'. "Masih terlalu dini untuk menilai rencana para kandidat Capres-Cawapres sebelum debat ekonomi resmi pada 13 April mendatang," tegasnya.

Beberapa persoalan yang disoroti Masyita bisa menjadi pekerjaan rumah bagi calon pemenang Pilpres 2019. "Setelah bertahun-tahun reformasi dalam meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan jangka panjang melalui pembangunan infrastruktur, reformasi pajak, reformasi subsidi bahan bakar, kami berharap reformasi yang sama [di bidang ekonomi] bisa dilanjutkan terlepas dari hasil pemilu."


Selain itu, tegasnya, strategi lain yang perlu dilakukan oleh calon pemenang pemilu karena belum selesai dilakukan pemerintah saat ini ialah menghidupkan kembali sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.

"Ini diperlukan untuk pertumbuhan jangka panjang yang lebih tinggi, sambil menutup kesenjangan neraca transaksi berjalan yang melebar dan naik ke rantai nilai untuk ekspor komoditas."

Masyita mengatakan selain Indonesia, India dan Thailand juga akan mengikuti pemilihan antara Februari-Maret 2019. Pemilu Thailand bakal digelar 24 Maret mendatang, sementara di India pada April-Mei 2019.

Di India, partai yang berkuasa yakni koalisi yang dipimpin Partai Bharatiya Janata menghadapi tantangan yang kuat dari partai oposisi utama kongres dan partai regional. Adapun pemilu di Thailand tantangannya ialah lima tahun sejak kudeta militer, pemilihan yang akan datang diperkirakan bakal mengantar pemerintahan sipil.

Namun di tengah semua tantangan yang ada, katanya, sentimen harga minyak yang rendah dan laju kenaikan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih lambat akan memberikan sentimen eksternal yang menguntungkan bagi negara-negara yang tengah menjalankan pesta demokrasi, termasuk Indonesia, India, dan Thailand.

Data yang direkam dalam riset DBS mengungkapkan, Jokowi memulai karier politiknya sebagai Wali Kota Solo pada 2005, menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2012, dan kemudian memasuki pemilihan presiden pada 2014 berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Berbeda dengan lawannya mantan Jenderal Prabowo, yang berasal dari keluarga elit politik, Jokowi bukan berasal dari elit politik lingkaran atau militer yang biasanya mendominasi politik Indonesia. Namun, latar belakang non-politik Prabowo terbukti populer pada 2014 dan saat ini, ketika menggandeng Sandiaga Uno. (hps)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2DAOVzo

February 14, 2019 at 11:38PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Ini PR Ekonomi Capres-Cawapres Indonesia versi DBS"

Post a Comment

Powered by Blogger.